Kata Mereka

Dilema Penggusuran Kepala Burung

42

“Habis sudah, tidak bersaudara, tidak bersatu, tapi senasib”

Agus – Mantan Warga Kepala Burung

Penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov Lampung terhadap 42 rumah warga Kepala Burung, di Sabah Balau, Kabupaten Lampung Selatan sukses mendapatkan perhatian dari berbagai pihak.

Diketahui bahwa lahan yang tepat berbatasan dengan Kota Bandar Lampung tersebut merupakan lahan bekas PTPN 7 yang kini dimiliki oleh Pemprov Lampung. Ada juga yang mengatakan bahwa warga yang mendirikan bangunan didaerah tersebut sudah mendapatkan izin garap dari PTPN 7.

Kepala BPKAD Provinsi Lampung menyebutkan bahwa lahan yang didiami warga itu masuk dalam rencana proyek pembangunan kantor pemerintahan non departemen hingga percontohan pertanian dan perkebunan.

Ada juga berita yang menyebutkan bahwa lahan itu nantinya akan dijadikan perumahan pegawai negeri yang seluruhnya sudah selesai mencicil lahan di tahun ini, menurut cerita dari sumber yang satu ini, para pegawai yang sudah mencicil tanah dari pemerintah tersebut menolak tanah hak miliknya ditempati oleh orang lain, sehingga terjadilah penggusuran.

Jika cerita ini benar, maka para pegawai ini bukan pegawai biasa. Jika cerita ini salah anggap saja sebagai teman setia dari tebalnya debu dan teriknya matahari yang menyengat kulit di lokasi penggusuran.

Penolakan Warga Kepala Burung

Derap langkah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berseragam anti huru hara lengkap, berjalan berbaris menuju lokasi penggusuran, sempat terjadi bentrokan namun dapat diatasi.

Sejumlah orang yang menyerang gabungan aparat dari Satpol PP, Polda Lampung dan Brimob akhirnya harus mundur dikarenakan jumlah personil lebih banyak, warga kepala burung akhirnya merelakan rumahnya dirobohkan oleh ekskavator.

Memang, proses penertiban tersebut bukanlah sehari dua hari, proses mediasi dan sosialisasi kepada warga sudah dilaksanakan oleh Pemprov Lampung.

Puncaknya pada 12 Februari 2024, Meskipun Pemprov Lampung menekankan proses pengosongan lahan harus dilakukan secara humanis terhadap warga, nyatanya banyak dari warga yang menolak dan menahan marah, juga beberapa diantaranya jatuh pingsan.

Exit mobile version