Belajar Dari Koperasi Unit Desa
Sebetulnya maksud pemerintah orba membentuk KUD di desa-desa itu baik, sama baiknya dengan tujuan dibentuknya KMP. Bayangkan jika unit usaha simpan pinjam berjalan di desa-desa, maka bank emok, koperasi keliling, bahkan pinjol pasti tutup dengan sendirinya, ekonomi rakyat bisa terbantu.
Pasca KUD tak ada, malah bank emok merajalela, koperasi keliling dan pinjol bisa masuk desa, tingkat bunuh diri karena pinjol di desa-desa menjadi meningkat tajam. Ane juga sangat yakin, keberadaan KMP akan mampu menggantikan KUD dalam hal ini.
Ane juga sepakat, bahwa ketahanan pangan harus dimulai dari desa. Untuk memajukan ekonomi perkotaan, maka perekonomian di desa harus di berikan stimulus ekonomi, supaya toko-toko diperkotaan bisa diramaikan oleh masyarakat desa yang belanja. Dengan program ini, Bank pemerintah turut dipaksa untuk mengucurkan kreditnya sampai ke desa-desa.
Pertanian di Thailand buktinya bisa maju, juga karena peran koperasi. Petani kelapa yang bergabung dalam koperasi di Thailand misalnya, bertanggungjawab terhadap pemasaran, peningkatan mutu kemasan, termasuk penentuan harga jual, atau koperasi peternak susu di Selandia Baru, malah mampu mengelola 30 % ekspor susu dunia.
Nilai tawar petani tinggi di Thailand dan Selandia Baru menghadapi pabrik-pabrik pengolahan hasil tani, karena para petani kompak memberikan tanggungjawab pemasaran kepada koperasi. Koperasi juga memberikan pinjaman modal usaha kepada petani, memberikan pelatihan dan bimbingan kepada para anggotanya.
Masalahnya kemudian, tidak jelasnya pola rekrutmen pengurus pada KUD, malah membuat korupsi saat itu merajalela dilakukan oleh para pengurusnya. Pak Kades dengan seenaknya kemudian menunjuk anak, istri dan keluarganya untuk jadi pengurus KUD.
Gelontoran biaya yang besar dari pusat untuk KUD, malah kemudian menjadikan KUD ladang korupsi. KUD akhirnya dibentuk bukan sebagai usaha bersama untuk memajukan ekonomi rakyat desa, tapi malah dijadikan ajang kepala desa memajukan ekonomi keluarganya, dan disaat bantuan dari pusat dihentikan, berhenti pula denyut nafas KUD.
Pola pembentukan KMP yang TOP-DOWN sebetulnya hampir sama dengan pola KUD, hal itulah yang membuat ane khawatir KMP bisa bernasib sama dengan KUD.
Tak ada satupun bisnis yang bisa bertahan, tanpa kesadaran dan perjuangan keras pemilik bisnis itu sendiri. Hal itu yang tak ada di KUD dan mungkin juga tak ada di KMP.
Walaupun KMP mengelola bisnis yang bersifat monopoli, seperti penyaluran pupuk, LPG, apotek desa, klinik kesehatan, sembako, gudang, simpan-pinjam, jika SDM yang melakukan pengelolaan tidak siap sebagai pebisnis dan tidak memiliki jiwa bisnis, maka sebesar apapun modal yang diberikan oleh pemerintah, maka ane tidak yakin KMP akan berjalan dengan baik.
Jadi kalau Budi Arie menyampaikan bahwa bisnis monopoli apa yang tidak untung? Sebagai jawaban dan jaminan bahwa KMP pasti untung, gak usah jauh-jauh cari contohnya, PLN aja sampe sekarang berhutang terus, gak pernah ada untung. Mobil Nasional Timornya Tomy Soeharto, buktinya bangkrut juga. TVRI monopoli puluhan tahun, yang tersisa cuma ingatan kolektif acara Aneka Ria Safari, Ria Jenaka, sama Album minggu.
Lantas kalau semua desa menjalankan bisnis monopoli yang sama, siapa juga yang bisa menjamin warga desa sebelah tidak coba main mata dengan koperasi desa tetangga, untuk beli quota pupuk dan LPG nya?
Apalagi kalau pelayan koperasi desa tetangga, denok demplon, asoy geboy, setiap yang belanja nanya sekali die senyum bisa puluhan kali sampe gigi kering, apa gak bangkrut juga KMP di desa lainnya.