Mantan Komisioner Komnas HAM itu ingin anggaran bagi kementeriannya meningkat menjadi lebih dari Rp 20 triliun. Menurut Pigai, pembangunan HAM mencakup banyak hal, baik fisik maupun non-fisik, seperti pembuatan regulasi, perlindungan warga negara, dan pemenuhan hak masyarakat, yang tidak bisa dilakukan dengan anggaran yang kecil. “Kalau negara punya kemampuan, maunya di atas Rp 20 triliun. Saya ini orang pekerja lapangan di HAM, saya bisa, kalau negara punya anggaran,” kata Natalius usai acara penyambutan di Kantor Direktorat Jenderal HAM, Jakarta, pada Senin (21/10).
Apa yang sesungguhnya diinginkan Natalius Pigai ketika ditunjuk menjadi “Nakhoda Kapal Hak Asasi Manusia” merupakan bentuk ajakan kepada bangsa Indonesia bahwa saatnya pemerintahan Prabowo Subianto memberikan perhatian besar terhadap permasalahan HAM yang tidak baik-baik saja pasca tragedi Mei saat runtuhnya Orde Baru. Selain itu, ia ingin menyoroti beberapa kasus masa lalu yang mendapat penilaian eksternal dari sorotan internasional, khususnya mengenai dugaan pelanggaran HAM di bumi Papua. Natalius juga ingin menunjukkan bahwa perhatian pemerintah selama ini terhadap persoalan HAM masih sangat rendah, baik dari sisi kebijakan maupun politik penganggaran.
Optimisme Masa Depan HAM
Bagi penulis, pengangkatan Natalius Pigai sebagai Menteri Hak Asasi Manusia oleh Prabowo Subianto membawa optimisme bahwa masa depan HAM akan semakin baik dengan beberapa pertimbangan:
1. Latar Belakang Aktivis Tulen HAM dan Komisioner HAM
Perjalanan Natalius Pigai sebagai aktivis HAM telah membentuk karakter dan mimpinya sejak menjadi aktivis mahasiswa di Yogyakarta hingga dipercaya sebagai bagian dari Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2012-2017. Ia senantiasa menyuarakan dan memperjuangkan HAM dalam berbagai kesempatan. Bahkan di era Presiden Joko Widodo, ia sangat kritis terhadap pemerintah terkait penanganan isu HAM. Sebagai mantan Komisioner Komnas HAM, Pigai sering mengkritik kebijakan yang dianggap tidak pro terhadap masyarakat Papua, wilayah asalnya. Hal ini menyebabkan Pigai kerap berseberangan dengan pemerintah dalam berbagai isu HAM, dan membuatnya sering disorot media nasional maupun internasional.
2. Representasi Masyarakat Papua Terdampak HAM
Papua saat ini harus diakui menjadi sorotan internasional terkait proses kelahirannya untuk bergabung dengan NKRI. Pada 31 Desember 1962, kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua dimulai di bawah pengawasan PBB. Tepat pada 1 Mei 1963, Papua diberikan sepenuhnya kepada Indonesia. Secara historis, bergabungnya Papua ke NKRI menyimpan persoalan yang berpotensi menjadi ganjaran pelanggaran HAM masa lalu. Selain itu, berbagai isu pelanggaran HAM masih kerap terjadi dengan insiden yang dipicu oleh ketimpangan ekonomi, sosial, maupun politik. Ketertinggalan pembangunan di Indonesia bagian timur, khususnya di Provinsi Papua, senantiasa menjadi problem besar yang dihadapi bangsa Indonesia. Ketersediaan infrastruktur yang sangat minim disertai dengan sumber daya manusia yang masih di bawah standar pendidikan menjadi persoalan utama di Papua hari ini. Dengan pembentukan lebih banyak provinsi, yaitu Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Barat Daya, diharapkan kesenjangan pembangunan dan berbagai pelanggaran HAM dapat diminimalkan. Sebagai representasi masyarakat Papua, Natalius Pigai menjadi simbol untuk memperjuangkan nilai-nilai HAM dan mengimplementasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di bumi Papua.
3. Politik Will HAM Prabowo dengan Astacita
Dalam rangka membawa bangsa Indonesia ke depan selama lima tahun, pemerintahan Prabowo-Gibran telah menetapkan delapan dasar fondasi dengan mencanangkan delapan misi yang disebut Astacita. Misi pertama yang berhubungan langsung dengan Hak Asasi Manusia adalah memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan HAM. Menjadikan HAM sebagai misi prioritas dalam program pemerintah Prabowo memberikan indikasi bahwa HAM akan memperoleh perhatian serius dari pemerintahan saat ini. Misi lainnya secara tidak langsung mencakup:
- Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
- Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur.
- Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
- Membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
- Memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
- Memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Berikut adalah perbaikan kalimat sesuai dengan PUEBI dan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar: