Kontroversi Anggaran Rp20 Triliun
Untuk menjawab dari mana anggaran sebesar Rp20 triliun bisa didapatkan, sementara Pagu Indikatif DIPA untuk tahun 2025 sudah ditetapkan di DPR sebesar Rp21,3 triliun untuk Kementerian Hukum dan HAM (sebelum dibagi menjadi tiga kementerian), jika pun terjadi peningkatan anggaran, pengalaman menunjukkan bahwa luar biasa jika bisa mencapai 10% dari anggaran tahun sebelumnya. Beberapa alternatif untuk membiayai anggaran Kementerian Hukum dan HAM di masa depan dapat diperoleh melalui:
1. Kerja Sama Donatur Luar Negeri
Berbagai kerja sama dengan pihak luar negeri, baik antarnegara maupun lembaga donor internasional serta lembaga swadaya masyarakat (NGO), dapat dimanfaatkan. Pada periode Prof. Abdul Hafid Abbas sebagai Deputi Menteri Negara Urusan HAM (1999-2000) dan Direktur Jenderal HAM di Departemen Hukum dan HAM (2001-2006), berbagai program besar dibiayai dari donor internasional. Berbagai program sosialisasi, diseminasi, pengkajian HAM, serta kunjungan ke luar negeri untuk studi jangka pendek maupun studi banding banyak dilakukan dan sebagian besar menggunakan anggaran non-APBN atau donatur internasional.
2. CSR Perusahaan/PNBP
Perkembangan bisnis internasional di masa depan tidak dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip HAM dalam proses bisnis suatu perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan besar dengan orientasi ekspor harus menjalin kolaborasi dengan Kementerian Hukum dan HAM sebagai langkah strategis dalam mendorong implementasi nilai-nilai HAM di berbagai lini produksi perusahaan. Perusahaan di masa depan juga menginginkan adanya standarisasi atas implementasi nilai-nilai HAM dalam seluruh proses bisnisnya. Legalisasi atas standar tersebut bisa menjadi syarat dalam perdagangan internasional, sehingga ini dapat menjadi sumber Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) baru bagi negara untuk membiayai berbagai program di Kementerian Hukum dan HAM.
3. Optimalisasi APBN dengan Memangkas Korupsi
Hasil publikasi penelitian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) sebagai lembaga riset independen dan otonom menunjukkan bahwa dugaan tingkat kebocoran negara melalui APBN mencapai 40%. Merujuk pada angka APBN 2024 sebesar Rp 2.802,3 triliun, maka jumlah kebocoran anggaran bisa mencapai lebih dari Rp 1.100 triliun, demikian disampaikan oleh Didin, ekonom INDEF. Dengan asumsi Presiden Prabowo berkomitmen mengurangi korupsi dari kebocoran Rp 1.100 triliun, maka permintaan Natalius Pigai sebesar Rp 20 triliun sebenarnya tidak perlu ada anggaran tambahan jika pengelolaan APBN yang ada saat ini dioptimalkan. Dengan melakukan penganggaran yang lebih ketat dengan asumsi pemotongan anggaran bagi kementerian atau badan sebesar 40%, maka akan ada anggaran Rp 1.100 triliun yang bisa dialokasikan untuk kementerian atau badan baru yang dibentuk Prabowo Subianto. Oleh karena itu, usulan Natalius Pigai bukanlah sesuatu yang irasional tetapi bisa dipertanggungjawabkan secara akademik.
Atas pernyataan Natalius Pigai di awal menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM yang menuai pro dan kontra, pasti akan mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Khusus pengawasan anggota DPR, polemik ini tentu akan mendapat perhatian dari anggota DPR, khususnya Komisi 12 yang membidangi Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang berencana memanggil pada hari Senin, 28 Oktober, ke DPR. Pengalaman menunjukkan bahwa menteri yang tidak memiliki basis partai di DPR dipastikan akan banyak mendapat pertanyaan dan tanggapan.
Sebagai nakhoda, Natalius Pigai tentu telah banyak mengarungi samudera permasalahan HAM, sehingga dengan pengalaman tersebut, ia akan mampu melewati gelombang besar atas pernyataannya mengenai Rp20 triliun yang dianggap irasional. Sesungguhnya, pelaut ulung tidak akan terlahir dari laut dan samudera dengan gelombang yang biasa saja. Semoga hak asasi manusia akan menuju ke dermaga keadilan yang memajukan dan menyejahterakan bangsa Indonesia di bawah payung Bhinneka Tunggal Ika.