“Jika BRICS berani mengeluarkan mata uang baru untuk standard perdagangan antar negara anggota, maka dollar akan semakin tereliminasi dari perdagangan internasional.”
Prifko Yuhady – Sekjen BRIM-08
Rupiah tiba-tiba loyo pasca Prabowo akad jadi presiden. Bak pengantin yang baru akad dan harus segera bertarung malam pertama, reaksi loyonya rupiah dalam masa 100 hari pemerintahan presiden Prabowo tentunya pasti mengecewakan.
Sebagai pengamat istana dari trotoar monas, yang ditemani kopi plastik lima ribuan, ane sebetulnya tidak begitu kaget akan hal ini. Hal mendasar yang menyebabkan hal ini terjadi, cuma satu hal saja, dollar langka. Dan yang menyebabkan dollar langka, pasti awalnya karena ada upaya melarikan dana dalam bentuk dollar ke luar negeri secara besar-besaran, sehingga memicu lemahnya daya tahan rupiah sebagai reaksi awal taipan atas pelantikan Prabowo.
Hal ini sebetulnya lumrah terjadi pada masa transisi presiden. Pengusaha saat awal tentunya masih harus menebak, keamanan modal dan harta mereka ditangan presiden yang baru.
Teori ane ini kemudian dibenarkan dengan beberapa berita, bahwa para taipan melarikan modalnya ke luar negeri, pasca Prabowo dilantik. Berharap rasa nasionalisme kepada para taipan, yang merasa negaranya adalah uang memang sulit. Sesulit kita minta Jin Ping, marah sambil melotot dengan Trump.
Cukup jeng Sri Mulyani yang merasakan sakitnya, mengeluarkan kebijakan Tax Amnesty dengan harapan dana taipan mengalir pulang untuk pembangunan, malah zonk. Tinggal kemudian pak Jokowi meratap bernyanyi sendu, malu aku malu pada semut merah, karena sudah sangat yakin bicara di media, dananya sudah dikantong saya, gak taunya kantongnya bolong. Target tax amnestynya gak tercapai.
Setelah langkanya dollar di dalam negeri, rupiah kembali diserang dengan perang-perangan trump dengan jin ping, layaknya kita waktu kecil dulu.
Trump naikin tarif, jin ping ikutan naikin. Trump naikin lagi, jin ping balas boikot boeing. Tinggal nanti kita tunggu, siapa duluan yang nangis pulang kerumah, ngadu sama emaknya.
Jadi kalau ada yang menyampaikan, bahwa rupiah terancam bahaya, memang sudah tepat seperti itu, tanpa perlu repot kita menuduh bahwa mereka orang bayaran, karena jika fakta mulai ditutupi dengan kebohongan, maka harus ada kebohongan lain yang mengikutinya, seperti kasus ijazah palsu pak Jokowi yang berlarut seperti panjangnya sinetron Tersanjung, yang dari awal ane kuliah, sampe ane tamat, nyokap ane masih setia menontonnya dengan termehek-mehek. Alur filmnya udah gak jelas, pemain berganti-ganti, herannya masih ruame aja.