Rahmat Mirzani Djausal
Jihan Nurlela Chalim
Example 728x250
Kata Mereka

Pengelolaan Kawasan Hutan Register di Lampung, Negara Diduga Tinggalkan Masyarakat

61
×

Pengelolaan Kawasan Hutan Register di Lampung, Negara Diduga Tinggalkan Masyarakat

Sebarkan artikel ini
GIndha Ansori Wayka, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Cinta Kasih
exspaper.com

“Tahun 1940, Tokoh Masyarakat Adat Marga Buay Pemuka Pangeran Ilir menyerahkan sebagian tanah milik Masyarakat Adat kepada Negara untuk dijadikan hutan lindung/hutan larangan yang berubah menjadi Kawasan Hutan Register.”

Gindha Ansori Wayka – Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah

Kebijakan di zaman Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan ketahanan pangan perlu disikapi secara komprehensif. Ketahanan Pangan bukan saja terkait proses melimpahnya hasil panen dari tanaman yang ditanam saja, akan tetapi ketersediaan tanah atau lahan itu juga penting untuk dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penentu yang mendukung ketersediaan pangan.

Momentum ini tentunya akan dimanfaatkan oleh Masyarakat agar persoalan tanah-tanah (konflik agraria) yang menyangkut kepentingan rakyat banyak yang selama belum terselesaikan sangat penting untuk segera dituntaskan, termasuk tanah-tanah Adat yang diserahkan atau disediakan oleh Tokoh Adat (Kepala Marga) kepada Negara untuk menjadi hutan Larangan (Kawasan Hutan Register) dan oleh Negara hak pengelolaannya diberikan kepada perusahaan-perusahaan (konsesi) dan oleh Perusahaan penerima konsesi pengelolaan tanah yang bersumber tanah Adat tersebut pengelolaannya tidak sama sekali melibatkan Masyarakat Adat.

Kawasan Hutan Register yang dahulu di kenal dengan istilah hutan larangan di Lampung ternyata ketersediaan tanah dan penyerahan nya melalui beberapa Marga-Staat (Kelompok Masyarakat Adat) yang ada di Lampung. Berdasarkan sumber Catatan Mengenai Marga-Marga Lampung (Indeeling Residentie Lampung) dari Dr. J.W Van Royen (Controleur) Staat Drukkerli tahun 1930 tercatat ada 62 Marga yang ada di Lampung, tetapi tidak semua menyediakan tanah untuk hutan larangan/Kawasan Hutan Register.

Terdapat beberapa kelompok Masyarakat Adat (Marga) yang tersebar di Lampung dengan corak dan keberagaman yang sesuai dengan adat istiadatnya yakni Pertama Marga-Marga Meninting Peminggir; Kedua Marga-Marga Teluk Peminggir; Ketiga Marga Pubian (Federasi Pubian Telu Suku); Keempat Marga-Marga Pemanggilan Peminggir; Kelima Marga-Marga Abung (Federasi Abung Siwo Mego); Keenam Marga-Marga Rebang Semendo; Ketujuh Masyarakat/Marga Jelma Doya (Federasi Buay Lima Way Kanan); Kedelapan Marga/Masyarakat Melinting dan; Kesembilan Marga/Masyarakat Tulang Bawang (Federasi Mego Pak Tulang Bawang).

Berikut ini 62 Marga yang ada di Lampung berdasarkan catatan Dr. J.W Van Royen (Controleur) Staat Drukkerli tahun 1930 yakni sebagai berikut:

1. Dataran, 2. Pesisir Rajabasa (Ketimbang), 3. Ratu, 4. Legun, 5. Ketibung, 6. Teluk Betung, 7. Balau, 8. Wai Semah, 9. Sabu, 10. Ratai, 11. Punduh, 12. Pedada, 13. Merak Batin, 14. Tegineneng, 15. Badak, 16 Putih, 17. Limau, 18. Kelumbayan, 19. Perwilih/Pertiwi, 20. Putih, 21. Limau, 22. Talang Padang Pasir (Gunung Alip), 23. Buai Belunguh,24. Bunawang, 25. Wai Ngarip Semong, 26. Pematang Sawah, 27. Rebang Pugung, 28. Pugung, 29. Buay Selagai Kunang, 30. Buay Rebang Seputih, 31. Buay Nunyai, 32. Buay Bungamayang, 33. Buay Baradatu, 34. Kasui, 35. Buay Semenguk, 36. Buay Pemuka Pengiran Udik, 37. Way Tuba, 38. Buay Bahuga, 39. Buay Permuka Pengiran, 40. Buay Barasakti, 41. Buay Pemuka Pengiran Ilir, 42. Buay Pemuka Bangsa Raja, 43. Jabung, 44. Melinting, 45. Sekampung, 46. Subing (Labuan), 47. Gedong Wani, 48. Batanghari, 49. Sukadana, 50. Unyi Way Seputih, 51. Subing, 52. Buay Beliuk, 53. Buay Nyerupa, 54. Anak Tuha, 55. Pubian, 56. Buay Unyi, 57. Mesuji Lampung, 58. Buay Bulan Udik, 59. Tegamoan, 60. Suai Umpu, 61. Buay Bulan Ilir dan 62. Aji.

Pada zaman sebelum kemerdekaan, jauh sebelum hukum positif (hukum nasional) berlaku, maka hukum adat-lah yang digunakan masyarakat dalam menjaga keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Selain menggunakan hukum adat untuk menertibkan kehidupan masyarakat, hukum adat juga mengatur tentang kepemilikan tanah adat yang dikelola secara bersama oleh suatu masyarakat Adat tertentu.