“China selalu dikabarkan sebagia pihak yang khawatir terhadap ancaman dari AS dengan terlihat melakukan respon-respon diplomatis dan tidak ingin melakukan konfrontasi langsung.”
Prayoga Salim
Naiknya Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat tampaknya menjadi sebuah hal yang tidak terelakan pada tahun 2024 ini. Trump merupakan sosok kuat yang selalu dielu-elukan oleh rakyat Amerika Serikat dengan romantisasinya saat di masa jabatannya.
Hal ini terjadi karena Trump sangat menunjukan dirinya sebagai penyelamat ekonomi AS setelah lesunya di era Obama. Trump seorang konservatif yang sangat anti untuk memungut pajak sebagai perwakilan partai republik dan seorang bisnisman bisa mewajarkan kenapa Trump sangat anti terhadap pajak.
Hal ini juga ditandai di manifestasikan dalam setiap Langkah kebijakan yang dilakukan oleh Donald Trump, Trump sangat membenci para imigran illegal yang datang ke AS karena mengagap mereka sebagai beban ekonomi yang Dimana AS harus menolong mereka dengan jaminan sosialnya, Trump menjawabnya dengan membangun tembok perbatasan yang membatasi wilayah Selatan.
Dalam kebijakan luar negerinya Trump sangat protektif terhadap komoditas yang didapatkan dari luar Negeri contohnya China yang dipajaki habis-habisan dan mengarah pada perang dagang lalu. Dibawah Trump tidak ada satupun peluru yang Meletus, Trumplah pemimpin yang mendorong AS untuk meninggalkan Afghanistan.
Beliau sering kali menarik pasukannya dari negara pakta pertahanan seperti NATO. Bahkan baru-baru ini Trump mengancam untuk keluar dari Pakta pertahanan yang AS dirikan itu sendiri. Sebelum menjadi presiden Trump sekali lagi menunjukan sifat patroitismenya dengan mengatakan akan melakukan pajak impor 100% pada produk China khususnya dalam industri mobil Listrik.
China adalah powerhouse dalam hal indsutri di Asia, diatas kertas China punya kemampuan produksi kurang lebih 5 kali lebih besar dibandingkan produksi kebutuhan negerinya sebagai contoh China memiliki 1.4 milliar jiwa jadi bisa kita bayangkan China memiliki lebih 5-6 milliar produksi yang dimiliki oleh China itu sendiri.
Dengan demikian China memiliki kemampuan untuk setidaknya menjual barang 2-3 kali lebih murah dari harga pasarnya. China sendiri adalah produsen dari produk-produk seperti mobil Listrik dan juga obat-obatan yang bahkan lebih besar daripada Jerman yang merupakan pusat industri eropa bahkan paska kehancurannya di perang dunia ketiga.
Hari ini semuanya dibuat melakukan dugaan apakah ancaman-ancaman dari Donald Trump yang mengindikasikan adanya perang dagang II akan Kembali terjadi di dunia dengan Trump sebagai komandan perangnya.
China selalu dikabarkan sebagia pihak yang khawatir terhadap ancaman dari AS dengan terlihat melakukan respon-respon diplomatis dan tidak ingin melakukan konfrontasi langsung. Hal ini terlihat saat Trump mengancam kepada pihak BRICS yang dikabarkan akan membuat mata uangnya sendiri bahwa diakan menaikan tarif cukai negara-negara BRICS. Kremlin secara tegas menantang Washington namun Beijing meresponnya dengan menyatakan bahwa sejauh ini BRICS tidak ingin mengganggu hegemoni Dollar.
Perlu dipahami China adalah negara dengan Sejarah yang Panjang, China memiliki akar Sejarah yang Panjang tentang konfisius dan filsafat-filsafat China kuno.
Tampaknya Beijing menerapkan falsafah yang ditinggalkan Sun Zhu bahwa “Semua peperangan didasarkan pada penipuan. Karena itu, ketika bisa menyerang, kita harus tampak tidak mampu; ketika menggunakan kekuatan kita, kita harus tampak tidak aktif; ketika kita sudah dekat, kita harus membuat musuh percaya bahwa kita jauh; ketika jauh, kita harus membuatnya percaya bahwa kita sudah dekat.” Yang ditulis dalam kitab seni perang yang ditulis 1500 tahun yang lalu.
Beijing mempersiapkan dirinya seolah mudah diserang dengan segala kemungkinan AS, namun perlu dipahami bukan sekali dua kali China membuat AS dalam kekacauan. Sebelumnya AS dan negara-negara Amerika utara seperti Kanada dan Meksiko memiliki organisasi perdagangan Amerika Utara yang membuat perjanjian khusus untuk mengurangi masing-masing komoditas ekspor negara anggotanya.
China yang sebelumnya sudah dibebankan dengan sanksi ekspor ke Amerika Serikat melakukan Langkah strategis dengan menanamkan investasi besar-besaran di Meksiko dan membuat barang-barang China dibuat atas nama Meksiko dan membuat Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh Joe Biden harus menyalahi perjanjian dagang sebelumnya dengan menaikan pajaknya ke barang-barang impor dari Meksiko khususnya Mobil Listrik.
China bukan lagi Lone Wolf yang dilakukan seperti sebelumnya yang melakukan manuver-manuver politik “Tank” yang maju dengan sendirian. Beijing tidak diisi orang-orang “idiot” mereka menyadari bahwa diaspora penduduk China diseluruh dunia juga merupakan modal kuat mereka untuk menantang AS. China adalah negara yang menganut sistem ius Sangunis yaitu warga negara bedasarkan keturunannya yang mengartikan 19% penduduk dunia adalah warga negara China.
China juga telah banyak melakukan investasi di negara-negara berkembang jauh sebelum trump menjadi presiden, jika Trump ingin melakukan perang dagang Washington akan harus Bersiap apakah AS akan siap melakukan perang dagang dengan semua negara-negara proxy dagang China. Sebagai contoh China telah mengusai Pelabuhan Sri Langka, Pelabuhan di Australia, dan infrastruktur penting di negara lain. AS harus sadar bahwa kesabaran China dalam menjalankan One Belt-One Road (OBOR) selama ini membawa China dalam posisi yang lebih kuat dalam menantang dominasi AS dengan dollarnya.
Sekalipun semua poin diatas adalah asumsi penulis tapi mari kita melihat dalam waktu dekat bagaimana Beijing akan menjawab ancaman Trump dan mari kita melihat bagaimana Prabowo juga menjawab tantangan dan ancama dari perang dagang yang pasti mempengaruhi pasar internal Indonesia.